EDWARD - BABI-PIKO Impedit quo minus id Voluptates repudiandae kon Mauris euismod rhoncus tortor

Rabu, 17 Desember 2025

Day #45 - Distraksi

0 komentar

Harusnya hari ini sudah jauh lebih tenang, tapi nyatanya otak Piko masih saja gaduh mencari celah untuk menyebut namanya. Sejak tanggal 27 November 2025, Piko memutuskan untuk menambah satu lagi cara "menahan diri": sebuah sepeda. Piko memberinya nama Sumi. Dalam bahasa Jepang, Sumi berarti tinta, tapi alasan personalnya jauh lebih konyol—karena Piko sering memanggil Mei dengan sebutan "Cumi".

Sumi hadir sebagai distraksi tambahan selain ritual lari pagi jam 04.30 dan menjadi robot efisien di kantor. Piko merasa perlu membakar lebih banyak energi supaya harapan-harapan tidak realistis itu tidak punya ruang untuk tumbuh lagi. Alhasil, Piko sekarang bersepeda ke kantor tiga kali seminggu, lalu menuliskan pengalamannya di jalan sebagai Sumi Story.

Apakah cara ini berhasil? Ternyata tidak terlalu.

Realitasnya, hari Minggu lalu, tanpa rencana yang matang, kaki Piko malah mengayuh pedal menuju sekitaran apartemen Mei. Jarak 100 km pulang pergi ditempuh hanya untuk berada di radius yang sama dengannya. Rasa rindu sebagai kata kerja itu memang berbahaya; dia mendorong Piko melakukan hal-hal yang melelahkan fisik secara ekstrem.

Sesampainya di sana, Piko merasa terlalu segan dan malu untuk sekadar menyapa atau mengirim pesan "Hai". Akhirnya, Piko hanya mengunggah sebuah WhatsApp Story—sebuah pesan botol yang dilempar ke laut digital.

Untungnya, Mei melihatnya, bagi Piko yang sedang berusaha mengontrol "keberisikan" otaknya, itu sudah cukup untuk membuat jantung berdebar. 

Gue kangen sama Lo Cumi :) 


Read More

Kamis, 04 Desember 2025

Day #32 - Patah

0 komentar

Kemarin seharusnya jadi cerita baru, cerita di mana perjuangan Piko akhirnya dihargai oleh semesta. Hari ke-31, dan Piko sudah bangun lebih pagi, berlari lebih cepat dan riang, karena harusnya bisa bertemu dengan Mei.

Jantung ini kembali berdetak kencang, seperti pertama kali Piko berhasil dapat chat duluan darinya. Bukan lagi debar gugup atau sakit dada, tapi thrill dari sebuah petualangan yang terukir manis. Dan kali ini, semua terasa begitu lancar. Mei meluangkan waktu. Waktu yang dia sendiri tetapkan. Semuanya tercentang sempurna.

Piko sudah siap. Setelah mandi, bukan cuma sarapan proper, tapi Piko sempatkan mampir untuk mengambil sesuatu yang spesial.

Di dalam tas Piko, terbungkus rapi, ada jam tangan Garmin putih. Bukan sekadar hadiah, buat Piko, dengan Jam ini, Piko bisa menjaga Mei dari jauh, memastikan dia bisa "kontrol waktu istirahatnya" dan melacak latihannya. Piko ingin Mei juga sehat.

Piko gak berangkat kantor, karena sudah ajuin cuti, tapi setiap tiga menit sekali, mata Piko melirik jam. Hanya tinggal hitungan jam. Rasa rindu itu bukan lagi kata kerja yang harus dibatasi 10 menit, tapi rasa bahagia yang tak terukur. Harapan itu melambung tinggi , seperti roket yang siap lepas landas, tapi kali ini Piko yakin, ini realistis. Piko sudah memetakan harapan ini.

Waktu udah menunjukan jam 11 gak ada yang salah, semuanya luar biasa aman terkendali, dan tiba-tiba, atasan Piko telepon, dia meminta Piko menggantikannya ke meeting. "Wangsit" katanya. Wangsit yang berarti Piko harus segera berangkat.

Seluruh udara di ruangan mendadak padat. Jantung Piko yang tadi berdegup gembira, kini berdebar kencang karena rasa sakit yang harusnya sudah terbiasa. Kekosongan itu kembali menyeruak , hening itu berisik. Rasanya seperti laci yang tertutup rapat, dan semua skenario indah di kepala Piko langsung ambyar.

Hanya tinggal beberapa menit sebelum Piko mengirim pesan sederhana: "Aku sudah di jalan," atau "Sampai ketemu." berubah menjadi Permintaan Maaf karena pembatalan mendadak kali ini datangnya dari Piko

The mind is a noisy place. Dalam otak Piko, semua yang Mark Manson ajarkan tentang Harapan sebagai pisau bermata dua berputar-putar. Harapan yang berlebihan berbahaya. Dan Piko baru saja menaruh HOPE ketinggian lagi. Kegagalan ini menghempaskannya terlalu jauh.

Sekarang Piko bahkan terlalu malu untuk menyapa Mei


Read More

Jumat, 28 November 2025

Day #26 - Timbul Tenggelam

0 komentar

Piko sekarang adalah robot yang sangat efisien. 42 hari sober, tidak lagi bergantung pada asap, tubuh ini seperti baru di- reboot. Alarm bunyi jam 04.30 pagi, langsung pasang sepatu lari, 5-7 kilometer tuntas sebelum matahari terbit, membakar semua racun, membakar semua drama. Setelah itu mandi, bikin sarapan yang proper, bukan cuma kopi instan. Tiba di kantor pagi-pagi sekali, tenggelam dalam pekerjaan. Pulang paling malam, semua checklist pekerjaan sudah tercentang. Piko berfungsi, dengan topeng orang normal yang selama ini Piko pakai.

Semua jadi sederhana. Realitas yang Piko hadapi setiap hari adalah: tugas selesai, badan sehat, tidak ada lagi rasa bersalah karena overthinking atau overtexting pada Mei, sang Utopia

Walaupun dia masih muter-muter di kepala Piko, seperti playlist yang tidak bisa di- skip. Tapi karena Piko sibuk — benar-benar sibuk — Piko bisa tempatkan Mei di sudut ruangan otak Piko terlebih dahulu.

Namun, drama selalu punya panggung terbaik: malam hari, sebelum menutup mata.

Di situlah, semua noise dari dunia luar meredup, dan hening itu berisik. Setelah tubuh lelah, otak malah mulai gaduh lagi. Mei muncul. Bukan dalam bentuk harapan muluk-muluk lagi , Piko sudah belajar dari Mark Manson, bahwa harapan yang berlebihan bisa berbahaya. Harapan sudah Piko ukur dan petakan.

Yang muncul adalah Rindu sebagai kata kerja. Rindu untuk sekadar mengingatkan makan , rindu mendengar suaranya , rindu dengan cara dia menatap yang membuat Piko merasa sudah memenangkan segalanya.

Piko mencoba ritual lama: memberikan diri sendiri waktu maksimal 10 menit untuk flashback. Setelah itu, harus berhenti. Dulu Piko akan lari atau menulis tulisan-tulisan yang harusnya tidak pernah ditulis. Sekarang Piko hanya menarik napas , dan meyakinkan diri bahwa ini adalah cara paling tulus untuk menyayangi Mei: menyimpannya dalam hati, tanpa mengharapkan apa-apa.

Ini sulit, jauh lebih sulit daripada yang Piko bayangkan. Tapi setidaknya, Piko bangun esok hari sebagai robot efisien, dan bukan lagi orang gila yang tidak berguna di mata Mei atau dimata siapapun

Besok, Day #27. Mari kita lihat.




Read More

Kamis, 13 November 2025

Day #11 Minyak Kayu Putih Berpita Biru

0 komentar

Beberapa orang pernah bertanya, ngapain Minyak Kayu Putih dipitain dan dipajang? Piko sering jawab sambil bercanda, sebagai pengingat kalau umur sudah tidak muda, dan Minyak Kayu Putih adalah sahabat orang tua.

Gak ada yang tau, bahwa Minyak Kayu Putih ini dulunya adalah kepunyaan Mei, yang ketinggalan di Mobil, yang pernah Piko genggam hampir 1.5 Jam gak lepas dari tangan saat mengemudi pulang, ini adalah hadiah dari Mei, atau setidaknya Piko beranggapan begitu. Saat itu, 24 Juli 2025 Mei bilang “pegang aja cumi” artinya Mei ngasih dong :) 

Kenapa Pita Biru? Secara historis, "pita biru" merujuk pada penghargaan tertinggi dalam suatu kompetisi,  beberapa Ordo ksatria di Inggris menggunakan Pita Biru sebagai lencana kehormatan. Dalam konteks sosial Pita Biru adalah makna untuk kesadaran akan pencegahan pelecehan pada Anak, ini berelasi dengan trauma yang dialami Mei saat dia masih anak-anak. 

Jadi Minyak Kayu Putih Berpita Biru yang orang anggap benda absurd abnormal untuk Piko memiliki Arti mendalam: itu adalah simbol penerimaan, pemberian, penghormatan, dan perjuangan Mei. Piko menjaganya sebagai pengingat untuk terus peduli, dan buat Piko ini juga merupakan hadiah atas kehadiran Mei. Dari sisi kebendaan, karena Piko yakin, gak ada satupun manusia didunia ini yang punya hadiah berupa Minyak Angin bekas Mei! cuma Piko doang! jadinya Minyak Kayu Putih Berpita Biru sangat spesial. 

Sejak baca buku Mark Manson, akhirnya Piko tercerahkan dan bisa keluar dari dunia halu-haluan harapan. Sempat memang, Piko punya harapan muluk-muluk seperti fairy tale romantis dan akhir yang bahagia. Tapi harapan itu egois, halu dan dangkal. 

Sebelum tidur tadi malam Piko mikirin konsep “Hope is just a feeling of something better that we can imagine.” ketika konsep itu dipecah pertanyaan yang mendasar adalah "apa sih yang terbaik untuk Mei? Harapan apa yang bisa Piko doakan terhadap Mei tanpa merasa berdosa, malu dan egois karena pernah mengharapkannya? Piko menemukan jawabannya Subuh tadi pagi. Semoga Mei baca sampai paragraph ini. Harapan Piko, Mei dapat melalui semua ini, dan Mei dapat menemukan kembali dirinya dan menjadi seseorang yang lebih besar dari rasa sakitnya sendiri saat ini atau dimasa lalu," Mei akan dicintai, didukung dan dimuliakan, terlepas dari apapun.




Read More

Selasa, 11 November 2025

Day #9 - 11 11 25 MUAHAHAHAHA

0 komentar
Betulkan....?!! sebenarnya semuanya sederhana, Harapanlah yang bermasalah. Otak yang gak bisa dikontrol yang bikin semuanya Konyol.

Apanya yang lega! apanya yang gampang gak ngobrol sama Mei. Sampai hari ke enam nahan diri udah kayak kesedot oksigen dari Udara.

Emang Piko aja yang suka berlebihan mendramatisir kejadian apapun, dan itu salah si Harapan! Akhirnya Piko punya subjek sekaligus subjek yang bisa Piko salah-salahin si Harapan itu.

Piko mau lanjut cerita soal buku Mark Manson, Everything is Fcked: A Book About Hope. Ada argumen Manson, yang Piko bisa validasi keberannya. "Harapan adalah pisau bermata dua" Harapan adalah bahan bakar yang mendorong kita untuk bertindak, tetapi harapan juga bergantung pada penolakan terhadap kenyataan yang ada saat ini ("sesuatu harus berubah"). Ketika harapan kita didasarkan pada tujuan yang tidak realistis itu menjadi sumber masalah, perpecahan, penderitaan dan DRAMA!

Liat case Piko dan Mei, awalnya normal.. harapan Piko realistis yaitu Mei ngasi kabar baik, bahwa dirinya baik-baik saja, tidak ada masalah yang menimpa Mei. realistis. Hanya karena Mei bersikap lebih baik terhadap Piko, kemudian Harapan Piko berubah menjadi gak realistis; menjadi tumpuan Mei; lebih dekat dengan Mei; sampai ultimatenya berharap Mei juga Kangen sama Piko. Disinilah drama, masalah mulai muncul, karena harapan yang gak realistis itu bertolak belakang dengan kenyataan saat itu. Mei cuma bersikap baik itu kenyataannya, respon Piko terhadap sikap baik Mei lah yang salah.

Drama pertama adalah kecewa karena gagal bertemu, drama kedua adalah coba hilangkan harapan untuk bercakap-cakap, padahal semuanya sederhana. Terbukti di hari ketujuh, semua lebih nyaman. Dan terbukti juga di hari ini, sesederhana Piko texting Mei, hai mau makan siang bareng? Mei jawab "bisanya Sore" dan akhirnya Sore kami ketemu dan ngobrol. 

Bahagianya banget banget banget.  Dramanya gak ada! Sederhana. '

Dan Mei, thank you so much for today, you dont know how lucky i am and how happy i am. Just to meet you and sit right next to you :) 
Read More

Senin, 10 November 2025

Day #8 - Realitas dan Harapan

0 komentar

Kemaren Piko skip nulis! Gak uring-uringan, gak oversharing, gak overtexting, sempurna. 

Ternyata lebih lapang ketika berbincang dengan Mei dan tau kalau Mei lagi baik-baik aja, udara jadi tidak terlalu padat, Piko tetap dapat beraktifias normal, lari pagi, sarapan bubur ayam, sempat mampir dulu ke Gramed sebelum pulang. Nemu buku bagus karangan Mark Manson, judulnya Everything is Fcked: A Book About Hope/Segala-galanya Ambyar, buku ini menarik banget kontra sama buku buku pengembangan diri zaman dulu, apalagi kata-kata manis mario teguh

Buku ini mengeksplorasi paradoks zaman modern, di mana meskipun kondisi materi lebih baik, banyak orang merasa cemas, putus asa, dan depresi, banyak yang sulit menemukan makna hidup. Dia juga lugas bicara tentang kegagalan dan ketidaksesuaian dengan harapan, ada argumen manson yang menurut Piko keren banget, harapan yang berlebihan bisa menjadi berbahaya, karena harapan selalu membutuhkan sesuatu yang buruk untuk terjadi. Berharap berarti menolak realitas saat ini, yang dapat menyebabkan kecemasan dan ketidakpuasan. 

Kenapa Piko baru tau ada buku ini sekarang ya? setelah hampir 5 tahun minum anti-depresan hahaha. Tapi mayoritas perantau pasti berangkat dari kampung halamannya dengan HOPE, beberapa orang akan survive karena mungkin mampu menakar harapannya tidak terlalu tinggi, sehingga kegagalan tidak menghempaskannya terlalu jauh. Piko sebaliknya selalu naruh HOPE ketinggian, makanya jadi depresi. Belum beres baca buku ini, tapi bersukur buku ini datang ketika lagi-lagi Piko naro HOPE ketinggian.  

Quotes terbaik yang Piko baca ditahun 2025

"The mind is a noisy place, and consciousness is just a cacophony of competing voices and desires"

Sepertinya beberapa hari berikutnya Tulisan Piko akan berkutat pada Buku Ini :) karena menakar realitas dan harapan adalah hal yang paling Piko butuhkan saat ini

Read More

Sabtu, 08 November 2025

Day #6 - Kalau Rindu Gimana

0 komentar

Ini adalah hari ke enam, makin hari bukannya makin terbiasa, jadinya makin terasa berat, Piko harus selalu sibuk setiap saat, Jam 5 Lari Pagi, bikin sarapan sendiri dan kopi, Lanjut Ngantor sampai Malam, pulangnya baca buku atau nonton, jauh-jauhin HP, supaya gak gatel liatin status WA atau ngebuka Tikotok atau nyasar lagi ke Galery foto. 

Paling berat adalah saat malam sebelum menutup mata, otak gaduh, sampai harus minum obat tidur beberapa hari ini. 

Saat pertama bertemu Mei awalnya biasa saja, tapi enah sejak kapan, Mei dengan ajaibnya bisa bangkitkan lagi perasaan yang Piko kira udah gak mungkin pernah lagi Piko miliki, Mei jadi pusat Dunia. 

Piko begitu mengaguminya, dan karena Piko adalah orang yang gugup, untuk bisa memberanikan diri menyapanya Piko secara konstan jadi "Gak Sadar" berbulan-bulan. Piko selalu memulai Percakapan, walaupun tertatih-tatih, mungkin hanya ucapan selamat pagi, atau mengingatkan makan. Meskipun lagi dalam keadaan "Gak Sadar", jantung Piko selalu berdebar kencang setiap kali Mei balas Chat Piko, dan Mei tidak akan pernah Percaya dengan hal ini. 

Piko bahkan harus kasi tau kepada Mei bahwa Piko ADHD, karena takut Mei anggap Piko orang gila, karena terus-terusan Chat dia. Untungnya Mei baik jadi dia ngerti kondisi Piko. Piko selalu  bersyukur Mei hadir dalam hidup Piko... dan terima kasih karena telah menjadi dirinya Sendiri.

Bagaimana kalau Rindu, ada beberapa cara yang Piko lakukan, pertama Menetapkan Waktu Rindu,  ini adalah waktu-waktu ketika Piko izinkan diri Piko rasain rindu sepenuhnya, liatin foto Mei, nginat suaranya, dengerin voice note nya, tapi Piko batasi maksimal 10 menit di malam hari sebelum tidur. Setelah waktu itu berakhir dan masih rindu, Piko lanjut dengan Nulis. jadilah Blog ini aktif kembali.hehe



Read More

Jumat, 07 November 2025

Day#5 - Drama

0 komentar

Piko bangun bukan karena alarm, tapi karena kekosongan. Hening itu berisik; seperti suara ombak yang berhenti mendadak. Aroma kopi instan yang Piko bikin tadi malam masih samar-samar menempel di udara, menolak untuk hilang.

Mau lari Pagi buat hilangin kosong, tapi planet bekasi lagi aneh, Hujan di luar, Piko bikin kopi sambil nonton rintik air, ketukannya pelan Piko gak pernah tau artinya. Lanjut liatin pohon  mangga depan rumah dan Piko bisa melihatnya berdiri di sana, lagi berteduh dan bersenandung seru, senandung yang sama seperti yang Piko ingat waktu tracking beberapa waktu Lalu. 

Di atas meja kecil, tempat Piko taruh HP. Piko gak mau pegang. Buka layar HP sama saja dengan membuka pintu. Piko akan scrolling dan tenggelam dalam galery foto nya. 

Piko dengerin dulu aja bunyi hujan yang berirama datar, lanjut seruput Kopi, rasa pahit yang tak menyenangkan mengisi mulut Piko, seperti tulisan-tulisan yang harusnya tidak pernah ditulis, ucapan-ucapan yang harusnya ditahan, rasa yang harusnya hanya disimpan. Hening. 

Negosiasi kecil dalam otak Piko awalnya hanya seperti dua teman yang ngobrol, makin lama makin menggelegar seperti dua partai oposisi sedang berantem diruang sidang: keberanian melawan kepengecutan, cangkir ke bibir, dan sakit di dada yang harusnya sudah terbiasa karena sudah beranjak 5 hari sejak Piko sadar diri, kini Piko harus terjemahkan kembali untuk diri sendiri.

Piko yang terbiasa dengan ritual ucapan selamat pagi, selamat malam, ingetin jangan lupa makan vitamin, dan makan makanan bergizi sekarang terkunci pada tempatnya seperti laci yang tertutup rapat, akhirnya menjadi tulisan tulisan yang mungkin tidak akan pernah tersampaikan lagi.

Dia punya cara menatap yang membuat Piko merasa sudah memenangkan segalanya. Ketika kami bertemu hanya untuk makan, Piko harusnya tau, bahwa dia sudah pernah memberi Piko ruang. Dua kali rencana bertemu yang dia batalkan harusnya tidak Piko artikan apapun, karena prioritasnya adalah untuk segera mengumpulkan cukup udara untuk dia bernafas saat harusnya dia tinggalkan dunia tempat dia beripijak saat ini. 

Lima hari ini Piko belajar tata bahasa baru: rindu sebagai kata kerja, harapan sebagai sesuatu yang diukur dan dipetakan.Piko lanjut jalan kedapur untuk tarok Gelas kopi, dan mendengarkan dengungan stabil kulkas, seperti dunia yang terlalu keras kepala untuk menyadari siapa yang hilang. Itu adalah metronom tempat Piko hidup sekarang. Piko menarik napas, hanya untuk memastikan Piko masih bisa.

Piko ingin mengiriminya pesan: "Aku merindukanmu."atau sesederhana "Bagaimana kabarmu?" Piko menghapusnya berdiri dan mulai berjalan, langkah pertama terasa canggung, bagaimana bisa pesan sesederhana itu bisa terasa sulit dan berat saat ini. 

Piko pasang sepatu lari, masih pakai baju tidur, buka pintu rumah, dan berlari di Komplek dibawah hujan, lari sekuat tenaga, sampai napas membakar dada. otot protes, dan rasa rindu itu berdegup kencang seiring denyut nadi, seperti tepuk tangan yang terperangkap dalam kepalan tangan. Piko mencatat rekor tercepat berlari 3km pagi ini 8 Menit 23 Detik. Dada rasanya terbakar tapi gak cukup.

Read More

Kamis, 06 November 2025

Day# 4 - Gimana Rasanya?

0 komentar

Buat orang yang terlahir cukup mungkin gak relate sama kata-kata ini "menahan diri" berbeda dengan Piko, Piko sudah akrab dan sangat kenal dengan si "Menahan Diri" ini, dan buat Piko yang punya ADHD menahan diri is a Level Up, karena begitu kekunci sama satu hal, maka akan kekunci dalam waktu yang lama di Otak. Piko ingat waktu kecil pernah ingin membeli pistol-pistolan saat lebaran, duit THR sih cukup, tapi perlu buat beli buku sekolah. Yang terjadi setelah itu adalah Piko gambar pistol ditanah, kecil-kecil disudut buku, di spot kosong koran bekas, ratusan gambar, bertebaran dimanapun. Benda apapun yang Piko pegang berubah jadi pistol-pistolan di kepala, berbulan-bulan. Piko jadi lebih sering ke lapangan tenis buat jadi tukang pungut bola, buat kumpulin duit beli pistol-pistolan, dua bulan kemudian pistol-pistolan kebeli, piko mainin sendiri, karena teman-teman yang lain udah bosan memainkannya. 

Bertemu dengan Mei, hal yang sama juga terjadi "Menahan Diri" ini bukan nyama-nyamain Mei dengan mainan ya, tapi tingkat kesulitannya. Untuk bisa bertemu Mei, Piko harus tahan diri dan menabung, untuk kirim pesan text pada Mei, Piko harus tahan diri supaya gak ganggu, untuk menunggu respond dari Mei, Piko harus tahan diri supaya gak kirim text berulang, semua harus ditahan. 

Apanya yang sulit? Sulit, karena dikepala Piko semuanya tentang Mei, pengen cerita dengan Mei, pengen tahu Mei lagi ngapain, apa yang lagi Mei rasakan, sehatkah Mei, sedihkan dia, marahkah dia, baikkah orang-orang terhadapnya, adakah yang melukainya, semua harus ditahan.

Apakah dengan Iklas seperti yang Piko tulis kemaren semuanya menjadi lebih mudah? tentu saja tidak, ini jauh lebih sulit. Tapi mungkin ini lebih baik untuk Mei, akhirnya Noise yang ganggu dia di pagi siang dan malam hari menjadi senyap. Dan ironisnya, Piko pun tetap senang jika hanya dianggap Noise, paling nggak masih mendapat tempat, walaupun buruk :)

Read More

Rabu, 05 November 2025

Day #3 - Lega

0 komentar

Piko ingat betapa menyenangkannya saat pertama kali menemukan Mei, Piko bisa dengan bebas dan gembira menceritakan segala hal, obsesi mingguan, remah-remah kegiatan harian, apapun. Saat itu, rasanya Mei seperti menyediakan panggung stand up commedy buat Piko sehingga Piko bisa ngomong sendiri. Kadang-kadang ada sedikit perbincangan, atau setidaknya Piko yakin Mei baca chat dari Piko.

Tapi kemudian, entah sejak kapan, itu semua berubah. Piko mulai memikirkan, “Apakah Piko harus menulis lebih banyak? Lebih sedikit? Apakah yang Piko katakan tadi bodoh? Pasti bodoh, ya?”  Mulai berharap Mei berikan sedikit atensi, balasin chat, atau terakhir Piko bahkan mulai kurang ajar sampai berharap Mei bisa kangen sama Piko. Sungguh gak tau diri. 

Piko mencoba tunjukan yang terbaik. liatin kucing, hobi, tulis lagu, tulis puisi, gambar, apapun. Namun, upaya Piko tentu saja akan terlihat konyol dimata Mei, sama sekali gak ada artinya. Mei mungkin liat Piko seperti orang gila gak berguna, gak ada artinya sama sekali  kayak noise yang harus Mei singkirkan

Namun dalam waktu berdekatan dengan elegan Mei, tunjukin ke Piko, seberapa pun kuatnya Piko mencoba mendekat, seberapa pun murni niat Piko, seberapa pun tulusnya keinginan Piko  —Mei gak akan pernah melihat Piko. 

Sebenarnya Piko udah biasa menjadi tidak terlihat, atau tidak dianggap karena terlahir miskin dan berpenampilan buruk. Tapi di usia setua ini, Piko tidak akan berperang lagi melawan kondisi itu, iklas dan menerima kenyataan bahwa Piko bukan siapa-siapa. 

Mungkin, koneksi yang nyata tidak harus selalu terjalin. Piko masih ingin tahu semua tentang Mei, selalu ingin menjadi orang yang Mei andalkan. Tapi Piko sudah diajarkan Mei tentang batasan, tempat, dan posisi. 

Mungkin cara paling tulus untuk menyayangi Mei adalah dengan menyimpannya dalam hati, tanpa mengharapkan apa-apa—bahkan sekadar percakapan. 

Piko berusaha menjadi versi yang lebih baik, yang tidak tersesat dalam harapan yang Piko bikin sendiri di Kepala Piko. Harapan tentu saja ada. Piko tetap berharap Mei ingat bahwa desember nanti Piko bisa jalan-jalan bareng Mei dan Adik2nya, Piko tetap berharap Februari nanti Mei ingat bahwa Piko mau bawakan buket Bunga untuknya, dan Ketika Mei berfikir untuk Kuliah, Mei akan ingat Piko karena Piko udah janji untuk bantu Mei kuliah.

Lalu bagaimana dengan Mei? Bagi Piko, Mei akan tetap menari dengan anggun, sibuk dengan gemerlapnya sendiri, mengalir Indah dalam alurnya, Piko hanya tidak akan berusaha lagi berenang melawannya. 

Read More

Sabtu, 30 Agustus 2025

Pemerintah, Politik dan Dunia

0 komentar

1.45 dini hari, teman lama kirim pesan  lewat DM Instagram, “aku liat postinganmu, tumben mikirin politik dan pemerintah” ujarnya, Piko hanya membalas singkat “iya” dan tidak balik bertanya, cara praktis untuk memotong pembicaraan yang pasti akan menjemukan, Piko belajar tentang hal ini dari Dunia.   

Faktanya Piko tidak sedang mikirin pemerintah, Piko lagi mikirin Dunia, posting cuma buat ikut-ikutan. Saat mayoritas orang liat berita demo, piko lagi scrolling foto Dunia di HP, bolak balik. 


Buat Piko pemerintah adalah badan yang pernah mangkir bayarin beasiswa sehingga telat bayar SPP waktu sekolah, gak lebih dari itu. Beranjak dewasa sifatnya ya transaksional karena ada kerjaan, jadi gak menarik. 


Gimana dengan politik? enggak juga, Piko lagi mikirin Dunia. Dari waktu kuliah dulu, Piko udah udah langsung antipati sama Politik,akar katanya polites (warga negara) dan polis (negara kota), produknya kebijakan, tujuannya kekuasaan, yang bisa jadi politikus harusnya pandai bergaul, suka ngatur, pengen jadi bos dan harus tamak! Buat Piko yang bahkan gak kenal dengan tetangga kos, gak akan pernah bermimpi jadi politikus. Beranjak dewasa persepsi tentang politikus bergeser jadi orang yang bisa party pakai uang rakyat, jadi gak menarik.


Kalau Dunia? entahlah… saat ini dia menetap di Pikiran, dia tak menjangkau dan  tidak menghindar, tidak berbagi dan tidak meminta, hening tapi ada, tidak berpola. Jadi sangat menarik.  


Pemerintah dan Politikus adalah manusia, mereka memiliki darah dan tulang, banyak mulut yang berbisik ke banyak telinga, mengirim pesan, mengarahkan senapan, menulis perintah, mengatakan "ya" dan "tidak." Mereka terbuat dari detak jantung darah,ambisi, nafsu, dan uang yang mengalir melaluinya, uang yang dibayarkan dan uang yang diambil, dan uang yang ditutup-tutupi

dan dibicarakan dengan suara lirih.


Kalau Dunia? entahlah.. dalam beberapa jam selama setahun dia nyata, jelas, absolut, aktual, bahana, bayan, berbentuk, konkret, maujud, pasti, tampak, tegas, berwujud. Hari hari lainnya dia hidup dalam ingatan, wujudnya rindu.


Satu-satunya persamaan antara Pemerintah, Politik dan Dunia adalah Beku.


Read More

Kamis, 14 Agustus 2025

Daydreamer -

0 komentar

Mungkin ini terdengar membosankan, LAGI LAGI.. Piko yang sekarang udah gak muda lagi.. LAGI LAGI... GILA LAGI?? Ya, mungkin.. tapi Gila adalah istilah yang tepat, ketika orang-orang seumuran Piko udah mulai bijaksana, I'm NOT!... jauuuh banget dari Bijaksana. Mawas diri? Apa itu?? 

Sampai jadi renungan selama beberapa bulan ini,apakah sosok Piko in real life adalah AlterEGO, cuma seseorang yang pake Topeng tunjukan wajah serius kemana-mana, citranya disiplin, rajin, bicara seperlunya, berteman cuma yang penting-penting aja, anti nongkrong, bertindak tepat, ayah yang baik, suami penurut.. apakah semua itu Palsu? Karena jika itu asli kenapa Piko tidak bahagia? kenapa sosok Piko selalu mengintip dari belakang dan menatap sedih? kenapa selalu bahagia jika Piko adalah Piko dan bukan Piko in RealLife? (paragraph ini bikin pusing ya?, kira-kira gaduhnya otak begitu, tapi untungnya ini cuma satu paragraph, Piko bisa mengalami gaduhnya otak 24 Jam) 

Anyway ada 2 point yang pengen piko tulis hari ini 

a. Bintang

Dalam lembaran hidup Piko ada beberapa pertemuan dengan sosok yang mungkin bisa dibilang bawa pengaruh besar dari cara bersikap, pengalaman hidup dan lain sebagainya. 

Edward (ini Perempuan ya) ini adalah Bintang pertama, dia adalah pejuang, mandiri dan hidup bukan untuk diri sendiri, Piko hadir dalam perjuangan hidupnya diawal-awal sampai akhirnya dia Sukses dan sekarang Rajin Zumba.. haha

Mochi adalah Bintang kedua, dia pernah menjadi segalanya, dan seperti bintang, kadang dia kelihatan dari bumi, kadang dia tertutup Awan, tapi dia selalu ada, dia adalah pejuang, mandiri dan hidup bukan untuk diri sendiri.

France adalah Bintang ketiga, kami berteman sangat lama, saling support dan selalu menjaga batasan ada peraturannya: we Talk, we may Kissed but we only do Sex if we are in Love, and setelah sepuluh tahun we suddenly in Love and we do have sex cuma sekali. setelah itu kami saling menyadari bahwa ini tidak akan baik untuk France, so we decide to end it up, dia adalah pejuang, mandiri dan hidup bukan untuk diri sendiri

Dan ketika Piko pikir tidak akan pernah lagi bertemu dengan Bintang, karena berkesempatan untuk berpapasan dengan Edward, Mochi dan France menurut Piko adalah keajaiban, di usia tua  YANG SUDAH TIDAK MUDA INI, Piko secara ajaib ketemu Mei.. My Uthopia, dia adalah pejuang, mandiri dan hidup bukan untuk diri sendiri

Dan YA, garis besarnya dari seluruh Bintang adalah pejuang, mandiri dan hidup bukan untuk diri sendiri. semuanya adalah sosok yang rela berdarah-darah demi orang yang dia cintai

b. Pemimpi 

Pertama kenapa Mei adalah Uthopia karena kesempatan untuk bisa dekat dengan Mei adalah 0.00001% dan Kedua kenapa Pemimpi karena Piko walaupun cuma 0,00001% Piko bahagia hanya dengan menyapa, pada pertemuan pertama Piko tau bahwa Mei menyukai dunia Seni.

Dan dimulailah perjalanan si Pemimpi ini dengan berkesenian dimulai dengan belajar membuat lagu (yang selalu gagal, karena suara PIKO berantakan). Lagu pertama judulnya adalah Daydreamer, piko tulis lirik lagunya dan penjelsan perbait ya

Daydreamer (seseorang yang sering berpikir untuk melakukan sesuatu yang lain atau berada di suatu tempat lain, alih-alih memperhatikan apa yang terjadi di tempat mereka berada saat ini) Ini menjadi judul lagunya, karena premis dari lagu itu keseluruhan adalah tentang gue yang sering banget mikirin lo, lagi kerja, lagi gak ada kerjaan, lagi main dll. Dan ini sering baget.. ganggu banget bahkan!  Harus ada alasan dong kenapa gue jadi sering mikirin lo Cumi.  kadang mikirin alasannya ini juga habisin waktu gue, karena pertanyaan dan jawabannya bakal berulang kali muter di otak dijawab dan dibantah. Tapi kenapa cuma galak di pikiran, bawel di Whatsapp, kepo di sosial media, kenapa bisa happy cuma liat lo di tiktok, kenapa gak ketemu....


As I walk my Path, i never going back

Ini menjadi bait pertama di lagu itu, karena gue tau dengan kelemahan gue, kalau udah ambil keputusan jarang gue bakal merubahnya.. kalau kata anak sekarang “AMBIS”  Jadi mungkin itulah salah satu alasan kenapa gue batasi diri buat ngajak lo jalan, kita baru ketemu tiga kali, dan gue udah jadi bapak-bapak aneh yang sering mimpi di siang bolong. 

A solitary Journey on a Silent Track

bait ini penekanan dari bait pertama tadi,  ada dua bagian di lirik ini

Sollitary Journey

Gue tau gue anaknya ambis, umur gue udah gak muda, status gue juga bukan bujangan. Jadi gue harus banyak-banyak mawas diri. 

Silent Track

Bagian ini menyiratkan, mengagumi lo itu gaduh di otak tapi terasa sunyi. Soalnya gue yang gila sendiri, mabok sendiri, kangen sendiri, ngayal sendiri.       

There will be no snow in May, they whisper low, i've got to go, i;ve got to go

Gue sengaja menggunakan istilah “Tidak ada Salju di Bulan May” supaya lo tau kalau lirik itu hanya untuk lo, dan gak ada orang lain di dunia yang pakai kata-kata itu untuk menggambarkan “False Hope” yang dilanjutkan dengan “They whisper low” ini menyiratkan otak gue bisikin pelan-pelan.. mundur bodoh.. dia gak bakal tertarik sama lo” gitu Trus gue yang bodoh ini bilang ke otak gue ‘GUE TETAP AKAN MAJU”

It's you, that i dreaming off, that i thinking off, i'm fallen

Ini terdengar gombal sih, tapi beneran. gue seharian mikrin lo, lagi nyetir di perjalanan pulang dari kantor gue nyanyiin lirik itu. terus malamnya gue rekam dan kirim ke lo. gak ada makna apa-apa di lirik itu, lirik telanjang langsung pada intinya.  lagu itu punya banyak arti buat gue.. dan lo juga punya arti buat gue. Walaupun kita mungkin cuma berpapasan, tapi bapak-bapak ini jadi punya api lagi di hidupnya.   

May udah dengar lagu dan baca tulisan diatas, tanpa ada respon sepertinya dia mual dan pingsan

Untuk Edward, Mochi dan France, doakan Piko!

Read More
Diberdayakan oleh Blogger.