Harusnya hari ini sudah jauh lebih tenang, tapi nyatanya otak Piko masih saja gaduh mencari celah untuk menyebut namanya. Sejak tanggal 27 November 2025, Piko memutuskan untuk menambah satu lagi cara "menahan diri": sebuah sepeda. Piko memberinya nama Sumi. Dalam bahasa Jepang, Sumi berarti tinta, tapi alasan personalnya jauh lebih konyol—karena Piko sering memanggil Mei dengan sebutan "Cumi".
Sumi hadir sebagai distraksi tambahan selain ritual lari pagi jam 04.30 dan menjadi robot efisien di kantor. Piko merasa perlu membakar lebih banyak energi supaya harapan-harapan tidak realistis itu tidak punya ruang untuk tumbuh lagi. Alhasil, Piko sekarang bersepeda ke kantor tiga kali seminggu, lalu menuliskan pengalamannya di jalan sebagai Sumi Story.
Apakah cara ini berhasil? Ternyata tidak terlalu.
Realitasnya, hari Minggu lalu, tanpa rencana yang matang, kaki Piko malah mengayuh pedal menuju sekitaran apartemen Mei. Jarak 100 km pulang pergi ditempuh hanya untuk berada di radius yang sama dengannya. Rasa rindu sebagai kata kerja itu memang berbahaya; dia mendorong Piko melakukan hal-hal yang melelahkan fisik secara ekstrem.
Sesampainya di sana, Piko merasa terlalu segan dan malu untuk sekadar menyapa atau mengirim pesan "Hai". Akhirnya, Piko hanya mengunggah sebuah WhatsApp Story—sebuah pesan botol yang dilempar ke laut digital.
Untungnya, Mei melihatnya, bagi Piko yang sedang berusaha mengontrol "keberisikan" otaknya, itu sudah cukup untuk membuat jantung berdebar.
Gue kangen sama Lo Cumi :)
0 komentar:
Posting Komentar