Rabu, 04 Juni 2014

Piko Hidup (Part II) - I Wish I Never Met You

02:45 ditempat Moci, selisih waktu dua jam...
Piko masih belum bisa tidur, nongkrong di teras depan rumah, ditemanin kopi hitam, sebungkus rokok, sama nyamuk-nyamuk yang putus asa. Piko liatin lagi buluk yang semakin buluk gak pernah di urus lagi. Taman juga sudah tidak pernah lagi di urus, banyak tanaman tak bernama yang harusnya gak ada disitu, rumput sudah harus diganti juga sepertinya, rumput gajah mungkin bagus. Pohon mangga, jambu dan belimbing yang dulu selutut sekarang sudah lebih tinggi dari Piko. Beranjak masuk rumah, ternyata wallpaper sudah ada yang mulai lepas, karena dinding lembab, Tulisan yang Piko print besar-besar “Piko’s Live Plan” sudah pudar, bingkai-bingkai piagam penghargaan yang dulunya sering piko bersihkan sekarang sudah berdebu. Dua tahun sudah piko tempati rumah yang piko beri nama “The Hope”, markas rahasia piko, tempat piko bersenang-senang dan menjadi Piko, heningnya  The Hope sekarang terasa sangat padat dan menyesakkan.

Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini, yang kekal adalah perubahan itu sendiri, setuju dengan frasa tua ini, ada hal-hal yang dulunya dipikir begitu kita inginkan, terasa sangat penting, bahkan jadi tujuan hidup, ternyata bukan yang benar-benar dibutuhkan. Hidup ini cair, semesta ini bergerak, realitas berubah, seluruh simpul kesadaran kita berkembang mekar. Hidup akan mengikis apasaja yang memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti agungnya yang jujur namun penuh rahasia.

Ada hati yang piko kuci rapat-rapat, jauh sebelum bertemu Moci, cukuplah hidup dengan logika dan nafsu, karena hati kata-katanya hanya dipahami oleh nurani, bisikannya juga halus dan tidak berarti. Namun waktu kemudian merubahnya, total 1,259,712,000 milisekon waktu yang telah piko habiskan sejak bertemu dengan Moci pada bulan Okober yang lalu. Beberapa bulan pertama Piko selalu menyangkal, bisikan-bisakan hati yang sangat mengusik. Piko berulang kali bilang “saya tidak perlu dia, saya tidak perlu dia, saya tidak perlu dia” Namun hati kali ini menunjukan taringnya dan melumpuhkan semua Logika.

Saat Logika turun dari tahtanya, banyak garis batas yang memuai, piko terbuai, hati yang lama mati suri berderu dengan kencangnya, sinarnyapun sangat menyilaukan, Piko’s Live Plan jadi gak penting, The Hope jadi gak penting, Taman apalagi, Buluk berubah fungsi dari kendaraan perang jadi kereta kuda, Piko yang senang naik motor jadi tidak lagi, takut moci nanti kena angin, pekerjaan jadi nomor dua moci nomor satu.

Hati mengambil peranan penting, semua jadi indah, dunia hanya untuk bahagia dan tertawa, sedih dan kecewa jadi awal pelukan yang hangat, kemarahan akan berakhir dengan ciuman. Semua abstrak dan tidak terukur namun indah dan berwarna.

Sampai pada satu titik Piko ditampar oleh kenyataan, satu kejadian yang mengakibatkan uang kembali menjadi bernyawa, kepentingan kembali menjadi raja, logika kembali naik ketahtanya, hati tidak lagi dibentangkan seluas-luasnya, hanya sisakan sedikit ruang untuk menjaga api.

Piko dan Moci berubah menjadi seperti musafir yang tersesat, masing-masing memegang kompas dengan arah yang berbeda, kami hanya sesekali bertemu dan saling mencocokan kompas, saling toleransi atas nama cinta dan perjuangan yang tidak boleh sia-sia, Piko telah pertaruhkan segala sesuatu yang besar demi apa yang Piko rasa benar, dan mencintai mochi adalah kebenaran bagi Piko.

03:45 di tempat Moci,  selisih waktu dua jam...
tak terasa sudah satu jam Piko bengong disini, kopi sudah dingin, rokok sudah habis enam batang, nyamuk-nyamuk putus asa sudah gendut sekarang, tambah lagi tabungan waktu Piko dan Moci dengan angka 216.000 milesekon. Jika tabungan waktu ini bisa ditambahkan Rupiah didepannya tentu Piko sekarang sudah cukup kaya dan kembali menikmati abstrak dan indahnya Hidup yang sempat Piko jalanin bersama Moci.

Moci sekarang sedang tidur mungkin, mungkin sedang dikelonin oleh Boci, pria Kaya berumur setengah abad, yang janjikan hidup senang tanpa susah pada Moci, yang dengan mudah wujudkan mimpi-mimpi Moci, kulit wajah Moci mungkin sedang melipat diantara pelukan tangan Boci, rambut Moci mungkin menumpuk disebelah kanan, karena Moci suka tidur miring kiri. Tangan Moci mungkin sedang menggenggam erat tangan sikaya, siaman dan sitenang dengan nyaman. Apakah kaki kanan boci juga ikut menindih tubuh Moci? Karena kelonan versi Moci yang Piko tau adalah seperti itu. Atau mungkin mereka sedang bercanda-canda gembira..atau mungkin sedang berbicara dari hati ke hati tanpa di ganggu oleh bunyi HP Moci yang tiap menit selalu menyala aish..Piko sudah gak sanggup bayanginnya..Mocii dan Bocii.. :) >> senyum misuh-misuh ala moci

Piko masuk lagi kedalam rumah, seduh kopi gelas kedua dini hari rindu sama Moci makin membuncah, kadang Piko menghibur diri sendiri, bayangin Moci lagi gelisah karena tidak ada sinyal padahal dia ingin hubungin Piko, atau Moci lagi bengong trus sedih karena kangen sama Piko, awalnya cukup menghibur, lama-lama terasa bodohnya, Piko antar Moci kemaren ke Bandara, langkah Moci mantab dan bersemangat, Matanya berbinar ketika bercerita bagaimana ini adalah tempat yang ingin dia kunjungi, Moci sekarang ditempat yang sangat indah bersama dengan Si Aman, Sinyaman, Sitenang, Sikayaraya, Sisemuadiaada, buat apa sinyal, dan apa mungkin tiba-tiba Piko ada di pikirannya? Apa mungkin timbul rindu di hatinya? Buat bikin hati piko sedikit senang, Piko jawab sendiri… mungkin :) >> senyum misuh-misuh ala moci lagi

Kini izinkanlah Piko tidur, mudah-mudahan bisa bertemu dengan Moci di alam abstrak yang dinamakan Mimpi, pastikan Moci ada disana, dan kalau dia ada jangan bangunkan Piko karena ingin pipis, begitu banyak yang ingin Piko bicarakan, mari kita Piknik di kebun raya bogor beli gorengan dan teh botol, atau kita main pasir di pantai, melipat kertas, balap karung, naik getek, apapun tapi kalau Piko bisa memilih Piko ingin mimpi tidur disebelah Moci, kelonin moci, dan begitu Piko bangun pagi harinya, Piko bisa melihat wajah tidur pulas Moci, gigi bermentega, bau keringat karena AC yang distel gak terlalu dingin, mulut asam, dan kemudian menyapa Piko, Selamat Pagi..

Sekarang 06:00 di tempat Moci, selisih waktu dua jam...
Ternyata dalam mimpi pun Piko tak bisa bertemu Moci, mata piko jadi basah sendiri, dan lagu easy like suday morning jadi soundtrack paling gak nyambung sedunia di pagi ini. 

Gw berharap gak pernah bertemu lo Kodok, Jika gw tau gak bisa bersama lo membunuh gw, kita mungkin gak punya banyak kenangan saat bersama *apalagi kenangan yang super mahal, tapi semua apa kita lalui tertulis di relung hati gw yang paling dalam, Gw cinta sama lo, tanpa tau kenapa, kapan, dan bagaimana, Gw mencintai lo seperti waktu yang mengalir dan kemudian menyatukan kita, dan gw masih mencintai lo setelah waktu kemudian memisahkan kita, Gw mencintai lo Kodok, sepenuh hati gw, gw kangen sama lo.


I wish I never meet you. 
If I know that not to be with you is killing me 
We might not have many pictures of our togetherness 
But all of them are written in the deepest part of my heart
I love you without knowing How, when or why
I just love you as the time brought us together
and I still love you after the time separates us apart
I love you Moci, with All my Heart
I miss you

Do you ever miss me moci? Do you love me with all your hearth like i do.. 
Ps: Moci.. Kalau baca, please jawab di BBM ya :) #ngarep.com


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.